Papua Barat Ancam Disintegrasi

Monday, July 19, 2010

Selasa, 04 November 2008]

UU Pornografi dinilai bernuansa politik. Masyarakat Gereja Papua Barat dan Ketua DPRD Provinsi Papua menolak undang-undang tersebut. Jika tidak ditanggapi, mereka mengancam keluar dari NKRI.

Pengesahan Rancangan Undang-Undang Pornografi oleh DPR Kamis minggu lalu, masih menyisahkan pro-kontra. Kali ini kelompok yang kontra datangnya dari Persekutuan Gereja-Gereja Kristen Provinsi Papua Barat dan Ketua DPRD Provinsi Papua. Mereka menolak pengesahan undang-undang tersebut, serta mendesak DPR dan Pemerintah segera mengambil sikap.

Desakan ini dilakukan oleh pimpinan persekutuan gereja di tiga kabupaten dan satu kota di Provinsi Papua. Yakni, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Manokwari, dan Kota Sorong. Keempat wilayah ini terdiri dari 40 denominasi gereja di Provinsi Papua Barat. Mereka menyambangi Ketua DPR Agung Laksono di Gedung Nusantara III lantai 3, Komplek DPR/MPR, Jakarta, Senin (3/11).

Dalam pertemuan ini, Koordinator Persekutuan Gereja-Gereja Papua Barat Andrikus Mofu mengancam akan keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) jika tuntutan mereka terhadap UU Pornografi tidak segera dipenuhi. Menurutnya, apabila undang-undang ini dilaksanakan di tanah Papua, akan menimbulkan gejolak sosial dan konflik yang mengarah kepada pelanggaran hak asasi manusia. Selain itu undang-undang ini bisa mematikan seni, budaya, suku dan bangsa Papua. Jika pernyataan sikap kami tidak digubris, kami akan keluar dari NKRI, katanya usai bertemu Agung Laksono.

Apalagi, ujar Andrikus, UU Pornografi bertolak belakang dengan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Wet tersebut, pada hakekatnya melindungi hak asasi dan hak-hak dasar mayarakat Papua dengan keragaman suku, tradisi, adat istiadat, seni dan budaya, hukum adat dan hak ulayat.

Andrikus menambahkan, rumusan Pasal 1 ayat (1) dan (2) UU Pornografi sangat identik dengan masyarakat adat Papua. Berdasarkan catatannya, ada 265 suku masyarakat adat Papua yang memiliki tradisi, adat istiadat, seni dan budaya yang melekat dalam tatanan nilai-nilai kehidupan.

Pendapat Andrikus diamini Ketua DPRD Provinsi Papua Barat, Jimmy Demianus Ijie. Menurutnya, UU Pornografi kental dengan nuansa politik untuk kepentingan golongan agama tertentu. Ia mengatakan undang-undang ini bertentangan dengan Pasal 29 UUD 1945.

Jimmy menganggap UU Pornografi sebagai produk hukum yang bisa mengganggu stabilitas keamanan. UU Pornografi juga dapat menyulut perpecahan di daerah untuk berpisah dari NKRI. Perpecahan ini, lanjutnya, justru dibuat oleh delapan fraksi di DPR yang menyetujui disahkannya UU Pornografi. Kami disuruh jangan merobek bendera merah putih, ternyata kalian sendiri yang merobek bendera tersebut dan memaksakan kehendak dengan mengesahkan UU Pornografi, katanya.

Genderang perang ditonjolkan dari Senayan, khususnya oleh delapan fraksi yang menyetujui, dan kami siap melawan! ujar Jimmy dengan suara lantang.

Jimmy memberi waktu satu bulan kepada DPR untuk merespon desakan yang diajukan masyarakat Papua. Mereka juga meminta DPR sebagai fasilitator untuk menyampaikan tuntutannya kepada Presiden.

Jika dalam satu bulan tidak ditanggapi, mereka mengumumkan akan mengajukan uji materi UU Pornografi ini ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia juga mengumumkan bahwa Selasa (4/10), akan terjadi demonstrasi besar-besaran di Papua untuk menolak kehadiran UU Pornografi.

Sementara itu, Agung Laksono mendesak pemerintah segera melakukan sosialisasi UU Pornografi. Kami mendesak pemerintah untuk menindaklanjuti undang-undang yang ada untuk segera menjelaskan dan mensosialisasikan UU pornografi khususnya kepada empat provinsi yang menolak (Bali, DIY, Sulut, Papua), tutur Agung.

Menurutnya, sosialisasi perlu dilakukan agar bisa mengurangi dampak negatif dari kurangnya pemahaman masyarakat mengenai isi undang-undang tersebut. Selain itu sosialisi dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berlarut-larut sehingga merujuk pada ketersinggungan dari pihak-pihak yang menentang.